Hati orang tua mana yang tidak sakit mengetahui anak gadisnya telah
hamil diluar nikah. Segala ucapan tertuang sudah mengupal dari balik
keduah belah bibirnya.
Mirna terdiam, tubuhnya
sudah lemas. Telapak tangan ibundanya telah melayang dipipi mulusnya
itu. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain terdiam menatap kelam
hidupnya lalu. Matanya sudah membengkak, menangis menahan perih
membayangkan segala perbuatannya.
Tidak seperti
biasanya. Ibunda mirna terus saja bergumam. Ia bahkan sudah berani
menampar putri pertamanya itu. nampak jelas sudah kemarahan yang tidak
bisa ia bendung lagi. Batinnya mungkin begitu sakit menelan kekecewaan
dari prilaku anaknya.
“maafin mirna ibu,.. maafin mirna,..”lirih terdengar suara mirna diantara suasana duka.
Sementara ayah masih terdiam, tetap pada ketenangannya. Meski ia telah
kecewa. Ayah mencoba untuk lebih menguasai diri.
“sudah, mirna masuk kamarmu !”perintah ayah dengan lantangnya. Hatinya
mungki bergetar. Lirih mendengar desah tangis dari putrinya.
Aku masuk kekamarku. Menyadarkan pungungku dari balik pintu kamar.
Hatiku masih teriris sakit. Apa sebenarnya yang telah aku lakukan. Aku
sudah tidak pantas lagi untuk hidup. Hina sudah diriku yang telah
kehilangan kehormatannku.
Aku masih menagis.
Dimana sosok mirna yang anggun dari balik kerudungnya itu. dimana sosok
mirna yang telah menjadi panutan sahabatnya. Dimana sosok mirna yag
telah menjadi kebanggaan ibunya. Telan pahit sudah dirasa. Mungkin
laknat Tuhan sudah mesti aku terima.
Terdengar
ucapan ayah dari balik pintu kamarku. Suaranya keras lantang meyakitkan.
Jika hati ayah merasa sungguh kecewa, pasti ibulah yang mejadi
pelampiasannya. Terkadang aku menagis mendengarnya itu, terlebih saat
ini. Diamana semua bermuara pada kesalahannku.
“ya
Allah, ampuni segala dosaku. Ampuni aku yang tidak bisa menjaga
kehormatannku. Mungkin hambamu kini sudah hina Ya Allah,. Tapi aku mohon
, dari balik kemurahanmu..” ucapku memanjatkan doa.
Ibu membuka pintu kamarku. Raut wajah lelahnya masih terliaht kecewa
terhadap anak gadisnya. Ia mencoba untuk lebih tenang kali ini, dan bisa
menerima segala yang sudah terjadi. Ibu memelukku, wangi tubuhnya
menenangkan segala pikiranku. Wangi yang aku rindukan, sebagai penenang
ketakutan dan kegundahanku.Telapak tangannya mengayun membelai lembut
keningku.
“Istighfarrr nak,..”lirihnya..
“Asstagfirullah, halladzim...”ucapku mengalun dari balik suasana hening.
Ibu masih terus meyerukan nama Allah. Mengembalikan segala masalah yang terjadi kepada sang pencipta.
---
Aku masih terus memanjatkan doa di ujung sujudku. Entah, mungkin Tuhan
tidak akan pernah menerima sujud hambanya yang telah hina. Tapi aku
akan terus memohon agar Tuhan memberikan pengampunanNya, dari kasih dan
sayangNya.
Ingin sekali hati ini menjelaskan
kepada ibunda tentang sebenarnya apa yang sudah terjadi pada diriku.
Namun aku harus menunggu sampai hati ibu benar-benar tenang.
---
Kejadian itu berawal saat aku mengenal sosok Rio. Seorang pria kulit
putih berkaca mata. Ia adalah sosok yang aku temui saat aku membeli
sebuah buku di toko buku kala itu. ia menyapaku dengan senyum manisnya.
Sungguh manis, menghantarkan aku pada ketertarikanku padanya.
Pertemuan itu membuatku menjadi mengenalnya. Dan saat dimana ia
menembakku, membuat aku dengan yakin menerima tawaran itu. meski aku
merasa terlalu singkat untuk menerima, namun aku melihat ia sebagai
sosok yang baik. Begitu juga dengan kedua orang tuaku. Melihat Rio
sebagai seorang yang baik dan taat beribadah. Tak heran mengapa banyak
orang yang tertarik padanya.
Malam itu, saat kami
berada diantara gelapnya malam. Lelaki mana yang bisa menahan nafsu
syahwatnya saat berhadapan dengan seorang wanita. Itulah yang terjadi
pada seorang rio kala itu. dirinya sudah dipengaruhi setan laknatullah.
Saat Rio mencium bau parfumku Matanya sontak membulat. Nafasnya
terdengar tak bisa diatur.
Aku mencoba
menyadarkannya. Namun, setan sudah benar-benar mengendalikannya. Berubah
seperti srigala yang akan meburu mangsanya. Sungguh kejam. Rio memeluk
tubuhku erat. Sementara aku meronta mencoba melepas pelukannya itu.
“riooo,.. Istighfarr,..” teriaku keras.
Namun seolah angin malam, seruku tak diperdulikannya. Pelukannya kini
semakin erat. Mencoba menarik kuat kerudungku.
“rioo,.. tidakkk,..”teriakku makin keras.
Semua telah terjadi. Sekuat apapaun seorang wanita, takan pernah bisa
menandingin kekuatan pria, ditambah setan yang telah mempengaruhinya.
Aku menagis sejadinya. Malam telah hilang meninggalkan kelam.
Sampai berita kehamilanku telah banyak dibicarakan orang. Kini tak
sekalipun Rio menampakan batang hidungnya. Akupun tidak akan pernah sudi
melihat mukanya lagi. Seorang pria srigala. Yang telah tega
menghancurkan mimpi seorang gadis kecil. Tidak ada yang bisa disalahkan.
Semuanya salahku,... Astagfirullah,...
---
Aku memeluk tubuh ibuku. Mencoba memcurahkan segala rasa sayangku terhadap beliau.
“ibu,.. maafin mirna,. Ingin sekali mirna menjelaskan sesuatu pada Ibunda”lirihku pelan.
“apa yang harus ibu dengar nak”balasnya tenang.
“tentang kejadian ini. Aku harap ibu mau mendengarnya..”
“sudah nak, jangan pernah kau ungkit masa kelammu. Ibu percaya putri
ibu ini anak yang baik dan berbakti sama orang tuanya. Ibu sudah ikhlas
sama apa yang sudah terjadi. Kita serahkan semuanya kepada sang
pencipta. Pemilik jiwa-jiwa hambanya, pemilik alam semesta ini. ALLAH
SWT”
Aku menangis mendengarnya. Subahanallah, ..
sungguh tulus ibu mampu menerimaku. Tidak aka pernah lagi aku ingin
melihat ia menangis. Tentunya anak mana yang tega menyakiti hati
Ibundanya. Sudah cukup, ini tidak akan terjadi lagi. Aku Janji Ibu,..
aku Janji,...