Gambaran
wajah Liana terniang selalu dalam pikiran Jesen. Gadis manis berkerudung itu
telah membuat goresan cinta dihati Jesen. Dalam benaknya, ia ingin sekali Liana
mengetahui tentang perasaannya itu. Perasaan yang begitu saja hadir dalam lubuk
hati terdalamnya. Kedekatannya dengan Liana memang terbilang sudah cukup jauh,
itulah yang membuat Jesen yakin jika Liana adalah wanita terbaik untuk
dijadikan pendamping hidupnya.
Jesen
telah siap, ia sudah mengumpulkan segala keberaniannya. Ia bahkan sudah siap
dengan apapun jawaban yang akan diterima. Jika Liana menolak, ia sudah siap
merasakan sakitnya, karena menurutnya mengungkapkan perasaannya yang terpendam
sekian lama sudah cukup membuatnya lega.
“ada
yang ingin aku sampaikan Liana”seru Jesen menghampiri Liana.
“ada
apa Jesen ?”balas Liana seraya mengurai senyum. Senyum manisnya nampak begitu
indah menenangkan hati.
Jesen
menatap mata liana lekat-lekat, mencoba mencurahkan segala rasa cintanya.“i’m
actually love you Liana.” ucap Jesen gugup.”maksudku, aku begitu menyukaimu
Liana, maukah engkau menjadi istriku ?”lanjut Jesen dengan yakinnya.
Liana
terkaget, perkataan Jesen membuatnya tersipu malu. “kenapa kau menyukaiku Jesen
?”tanya Liana penuh selidik.
“entah
apa yang membuat akau meyukaimu Liana, aku tidak bisa menjelaskannya. Hanya
saja aku merasa sangat nyaman berada disisimu. aku ingin melamarmu untuk
menjadi pendamping hidupku dan istri untuk anak-anakku. Mungkin kau terkaget
medengar itu, karena aku tahu, jika aku menyukai seseorang gadis maka hendaklah
aku melamarnya” .
Liana
terdiam, hatinya bimbang. Baru kali ini ia merasakan ada seorang pria yang
melamarnya. Karena biasanya lelaki yang mendekatinya selalu berharap untuk
menjadi pacarnya. Berbeda dengan Jesen, ia memang begitu mengenal ajaran islam,
ia tahu tidak ada konsep pacaran dalam Islam. Itulah kenapa ia ingin melamar
Liana, gadis yang dicintainya itu. Berbeda dengan Liana, selama ini ia telah
menyimpan perasaan terhadap seorang pria bernama Riko. Seorang Pria tampan yang
berhasil mencuri hati Liana.
Jesen
terlambat, hatinya sudah jatuh kedalam pelukan Riko. Jesen memang pria yang
baik. Selain tampan, ia juga seorang yang sangat taat beribadah. Pekerjaannya
sebagai seorang pengusaha properti sudah cukup membuatnya mapan dari segi
materi. Walau bagaimanapun Liana tetap saja tidak memiliki perasaan apapun
terhadap pria nyaris sempurna itu.
“jika
kau masih berat menjawab itu sekarang, pikirkan saja dulu. Aku akan menunggumu
!” putus Jesen, ia tahu Liana bingung dengan tawaran itu. Mungkin Jesen harus
sedikit memberi waktu agar Liana berfikir menentukan jawaban.
---
Liana mulai dirundung kebimbangan,
apakah ia harus tetap memperjuangkan cintanya atau lebih memilih Jesen yang
akan melamarnya.
“menurutku, kau harus terima lamaran dari Jesen. apa yang
kurang dari Jesen, udah ganteng, mapan, alim pula. Mau cari yang gimana lagi
sih na ?”kata Desy memberi masukan setelah Liana menceritakan tawaran Jesen
padanya.
“tapi desy, aku tidak punya perasaan
apa-apa sama dia. aku juga belum terlalu dekat denganya” Liana mengelak.
“perasaa nanti juga dateng dengan
sendirinya na, jalanin ajah dulu. Kita semuanya kan tahu Jesen itu seperti apa,
apa lagi yang mau kamu tahu tentang dia. Dia udah terlalu perfect sebagai
seorang lelaki”
“tapi, aku lebih mencintai Riko dan
aku tahu Riko juga mencintaiku !”
“hah..”Desy terkaget, mulutnya
ternganga mendengar ucapan Liana. “kamu cinta sama Riko ? seorang pria yang
belum jelas masa depannya. Riko memang tampan Liana, bahkan aku pernah hampir
tertarik dengannya. Tapi, kalau kamu
menerima Jesen, aku yakin masa depanmu akan lebih cerah. Ia bisa menjadi imam
yang baik untukmu dan anak-anakmu kelak”.
Liana
terdiam, ia meresapi segala masukan yang diberikan Desy. Mungkin Desy benar,
hidupnya akan jauh lebih baik jika ia bersama Jesen. Liana memang butuh seorang
imam yang baik, imam yang bisa membimbingnya istiqomah dijalan Allah. Dan Jesen
sudah lebih dari cukup.
Dalam kemelut kebimbangannya Liana
mencoba menenangkan diri dengan melaksanakan shalat tahajud. ia tahu, Allah
adalah tempat terbaik mencari petunjuk. Setelah Liana mengakhiri sujudnya, ia
mulai memikirkan keputusan yang akan diambilnya. Liana harus memberi jawaban
cepat, ia tidak ingin membuat Jesen menunggu terlalu lama.
“aku ingin meberikan jawaban dari tawaranmu
Jesen. temui aku di taman kota sore ini”Liana mengirim pesan kepada Jesen.
Keputusannya sudah bulat, ia sudah memikirkan matang-matang. Keputusan yang
sudah ia yakini diharap menjadi keputusan yang terbaik untuknya.
---
Mentari
mulai meredup, senja mulai hadir dari sisa mentari yang mulai tenggelam.
Semilir angin menghela lembut, seolah memberi nyawa pepohonan. Jesen
menyandarkan pudakanya dibangku taman, pandangannya menyapu langit yang mulai
gelap. Pria itu mulai gelisah, menanti gadis yang ia dambakan belum juga
datang. Meski Jesen mulai lelah, ia tetap antusias menanti jawaban cintanya.
“maafkan
aku Jesen, membuatmu menunggu !”seru Liana ketika baru saja sampai.
Jesen
tersenyum. Baginya bukan masalah jika ia harus menunggu Liana selama apapun.
Liana
duduk disebelah Jesen, dengan jarak sekitar delapan puluh centimeter. Jarak
yang sudah aman untuk seorang wanita ketika berada bersama seorang pria. Liana
menghela nafas, kemudian mencoba menenangkan diri. Entah mengapa duduk
berdampingan dengan Jesen membuatnya sedikit gerogi.
“jadi
jawaban apa yang ingin engkau sampaikan Liana ?”tanya Jesen. Matanya mulai
menatap Liana.
Liana
menatap mata Jesen, merasakan keteduhan yang coba Jesen berikan padanya. Tetapi
tidak lama, tatapannya kemudian ia alihkan. Ia tidak ingin menatap pria yang
bukan muhrimnya terlalu lama.
“aku
sudah memikirkan jawaban apa yang ingin aku berikan padamu jesen. tentang
tawaranmu melamarku”
“lalu, apa jawabanmu Liana ?”tanya Jesen mulai
tak sabar.
Sejenak
Liana terdiam. “Bissmillahirahmannirahim”
ucapnya dalam hati. Kemudian Liana mulai memberi jawaban “aku.. aku menerima
lamaranmu Jesen” ucap Liana dengan yakinnya.
Jesen tertegun, bahagia bukan
kepalang mendengar jawaban Liana, tiba-tiba tubuhnya sontak menjadi lemas tak
berdaya. “kamu yakin dengan jawabanmu Liana ?” tanya Jesen masih tidak percaya
dengan yang didengarnya.
Liana hanya mengangguk. Semua
keputusan yang telah ia buat dan ambil sudah benar-benar keputusan akhir. Ia
tidak akan menyesali keputusan yang telah ia buat itu. Tidak terasa Liana
meneteskan air mata, terharu dengan keputusan tentang jalan hidupnya.
Pada akhirnya Liana harus melawan
rasa cintanya sendiri. Rasa cinta yang sesungguhnya bukan ia persembahkan untuk
Jesen. Keyakinannya memilih Jesen lebih karena ia membutuhkan sosok imam yang
baik untuk dirinya. Imam yang bisa menuntun
dan membimbingnya ke Jalan Allah. Karena baginya itu jauh lebih bermanfaat.
Tentang perasaannya terhadap Riko, ia yakin suatu saat akan hilang dengan
sendirinya.
Sejalan pernikahannya dengan Jesen.
Liana masih belum menemukan rasa cintanya untuk Jesen. Meski Liana merasa
menjadi wanita paling beruntung memiliki seorang suami yang begitu luar biasa,
namun entah mengapa ia masih belum sepenuhnya mencintai Jesen. Dan selama ini keyakinan dan rasa syukurlah
yang menguatkan Liana mempertahankan keluarganya...
-selesai-