“gimana kalau kita observasi banci !”usul Dhewi saat yang lain mulai bingung menetukan pokok bahasan.
Gue diam. Sementara yang lain pura-pura mencoba mikir. Entah mikirin tugas observasi ini, atau mikirin nomer togelnya pada tembus atau kagak.
“boleh juga.”kata Amdan sambil ngemut-ngemut pulpen. Sepertinya sahabat gue yang satu itu punya kebiasaan baru. Lolipop menurutnya terlalu mainstream buat diemut. Gue pegangin jempol kaki gue, takut-takut jadi korban diemut.
“gimana kalau kita observasi pengemis atau anak jalanan” kata Rosikin memberi masukan. Tiba-tiba muka pengemisnya mucul, seolah ide itu adalah ide paling cemerlang.
“nggak usah bawa-bawa pekerjaan lo kin. Gue setuju sama Dhewi. Observasi banci lebih ngena sama tema kepribadian” gue mulai angkat bicara.
“oke setuju” putus Jono manggut-manggut.
Sementara yang lain udah mulai ngikut-ngikut aja.
“yaudah, langsung aja. Kita mau cari banci dimana ?”kata Dhewi. Sepertinya gadis yang satu ini terlalu bersemangat. Ada kontak batin dengan para banci yang berlebih, sehingga membuatnya bersemangat tiap kali membahas makhluk yang satu itu.
“enggak usah jauh-jauh, Jono ajah kita dandanin”cetus Amdan. Sungguh ide yang sangat brilian. Ide yang benar-benar tidak pernah terpikirkan. Bahkan oleh Albert Enstein sekalipun.
Gue masang jempol tanda setuju. Begitu juga yang lain, udah mulai manggut-manggut kaya anak ayam kelaparan.
“lah, mau ditaro mana muka ganteng gue ini” kata Jono ngelak. Dia enggak setuju jadi korban kebiadaban sahabat-sahabatnya.
“didaerah tambun banyak. Kita bisa cari disana”usul Rosikin peris germo yang lagi nawarin banci sama pelanggannya.
“oke, gue yang cari bancinya. Nanti gue kabarin lagi bagaimana hasilnya. Sekarang pertemuan kelompok kita sepertinya cukup. Pembahasan kita lanjut dipertemuan selanjutnya”putus Dhewi.
Sebagai mahasiswa jurusan manajemen informatika di BSI membuat gue mulai sibuk dengan tugas-tugas yang bejibun. Terutama tugas observasi yang sangat memakan waktu. Kita harus mencari narasumber, proses wawancara sampe harus bikin makalah setebal buku telepon. Untungnya tugas berat ini enggak gue jalanin sendiri. Ada temen-temen gue yang tergabung dalam kelompok yang akan membatu, mengsuport, dan mengacak-acak. Temen-temen itu, Dhewi, Rosikin, Jono, Amdan, Jeany, Dennis dan Rano. Kita semua udah bergabung, siap buat melewati tugas sulit itu.
Pertemuan kedua berlangsung. Kali ini hanya dihadiri gue, Amdan, sama Dennis aja. Yang lain sedang sibuk sama pekerjaanya. Tahap yang kita lakukan adalah memburu banci untuk menjadi responden kita. Awalnya kita datengi banci disalah satu tempat di Jatimulya. Banci itu bernama Yuli. Banci yang katanya pernah menang miss banci tingkat kota. Entahlah, enggak penting banget buat gue.
Yuli akhirnya bisa ditemui setelah kita meminta ijin dengan pegawai salonnya. Yuli keluar menghampiri kita, tercium bau semerbak tujuh rupa wewangian. Wangi yang melebihi artis top kelas dunia. Dunia hantu. Mengetahui kedatangan kami, ia langsung mempersilahkan kami duduk.
“mohon maaf kak Yuli kalau kedatangan kami menganggu” kata gue membuka perbincangan. Sementara Dennis udah mulai tegang. Kayaknya ia punya pengalaman buruk sama banci. Dia juga udah mulai pasang kuda-kuda buat lari, takut ajah muka gantengnya tiba-tiba disosor.
“iya enggak kenapa-kenapa kok”jawab Yuli ramah. “ada yang bisa dibantu ?”
“kami mahasiswa dari BSI, bermaksud ingin menjadikan ka Yuli sebagai responden tugas observasi kami. Kira-kira ka Yuli bisa membantu ?”jelas Amdan.
“observasi mengenai apa ya mas ?”tanya Yuli sambil garuk-garuk kepala. Awas nanti wiknya copot.
“observasi tentang kepribadian kak Yuli” jawab gue.
“maksudnya..”tanya Yuli dengan tampang bloon.
“jadi kita mau wawancara kak Yuli kenapa menjadi waria, sejak kapan jadi waria, begitu..”jelas amdan.
“oh begitu, tapi mohon maaf saya enggak bisa bantu mas. Itu privasi saya, dan saya nggak bisa berbagi”jawab Yuli. Ada sepercik rasa tidak enak menghampirinya. Seperti baru saja menolak tawaran main sinetron di tv serial buat jadi pemeran fitri dalam Cinta Fitri.
“oke, bukan masalah kok kak”putus gue. Sekejap kemudian pergi.
Setelah pertemuan dengan Yuli gagal mendapat hasil, membuat kita putus harapan dalam mencari responden. Keputus asaan itu membuat kita berniat mengganti pokok bahasan untuk makalah kita ini.
“kenapa kita nggak nyuruh jono aja buat minta tolong ka Yuli, dia kan ganteng kali ajah bisa hipnotis ka Yuli dan merubah pikiran”kata Amdan memberi solusi.
“ide bagus..” balas gue setuju. Kalau ajah Amdan agak gantengan dikit, mungkin udah gue cium.
Gue ngebayangin Jono mohon-mohon ke kak Yuli sambil raba-raba tangan Yuli, memohon dengan manja biar mau jadi reponden. Mantep banget.
“iya, kalau perlu bawa bunga biar Yuli tambah seneng lagi. Kalau masih kurang berhasil, biar kita suruh Jono buat nembak dan pacarin si Yuli”tambah Dennis.
Ide super cemerlang, brilian dan paling yahud. Sayangnya, ketika Jono kita beri kabar itu dia malah stres, nolak mentah-mentah biarpun kita sujud-sujud.
“gile loh, mending gue pada lu matiin ajah !”kata Jono setelah mendengar ide dasyat itu. Mati lebih ia pilih daripada menurunkan harga dirinya.
“udah ganti pokok bahasan aja”kata Amdan mulai putus asa. Ia merasa kecewa telah ditolak oleh Yuli dan idenya yang tidak dipenuhi Jono.
“terus mau ganti pokok bahasan apa ?” tanya gue.
Sementara Dennis cengo. Ia masih shock bertemu banci yang mirip Dian sastro itu.
Amdan geleng-geleng. Enggak menemukan jawaban apapun akhirnya gue menghubungi Dhewi, mungkin dia bisa membantu mencari solusi.
“gue udah nemuin banci yang cocok. Kita bisa langsung dateng ketempat kosnya untuk wawancara. Langsung ketemu disana aja. Nanti gue kirimin alamatnya” kata Dhewi. Akhirnya masalah terselesaikan. Kita bertigapun goyang-goyang kegirangan.
Persiapan sudah disusun sedemikian rupa, beberapa pertanyaan sudah siap kita layangkan. Hari wawancarapun tiba. Kita sudah janjian berkumpul disalah satu tempat didaerah cibitung.
Semua anggota kelompok sudah datang dan sudah mempersiapkan diri. Tugas gue disini adalah merekam denga kamera ponsel bersama Rano. Sedangkan tugas pewawancara adalah Dhewi, karena dia yang udah punya chemistry sama si banci. Dhewi emang udah deket banget sama si banci, klop banget deh pokoknya. Ketika kita pertama kali mengujungi kos banci, Dhewi malah udah beberapa kali dateng kesitu. Nggak tahu juga sih, tuh orang ngapain. Mungkin ngajakin ngedate supaya lebih deket. Atau jangan-jagan sudah menjalin hubungan spesial. Nggak tau juga gue. Sedangkan yang lain bertugas untuk membantu mencari topik pertanyaan.
Kami masuk ke sebuah rumah kos dengan ukuran 3 x 3 meter. Kemudian si pemilik kos (baca :banci) mempersilahkan kita duduk. Kamera di hidupkan, proses wawancarapun dimulai.
Dhewi sibuk melayangkan pertanyaan-pertanyaan. Sementara gue masih sibuk merekam adegan mereka mengobrol. Dennis yang duduk disamping gue mulai panik, traumanya dengan banci seolah bangkit kembali.
Jono masih duduk kalem, meski dari tadi si banci ngelirikin dia. sebagai cowok yang paling ganteng dia merasa was-was. Takut aja kalo si banci tiba-tiba jatuh hati sama dia. Untungnya, proses wawancara ini bertepat di kabupaten Bekasi, jadi gue yang gantengnya se kota Bekasi masih merasa aman. Gue amati si Jono emang mulai enggak nyaman. Pantes aja dia duduk dideket pintu, jadi kalo tiba-tiba bancinya kedip mata. Jono bisa langsung lempar tuh pintu kemuka bancinya. Serem.
Jeany baru aja datang, kemudian masuk dan bersalaman dengan si banci. Tanpa buang waktu si Jeany langsung keluar dan menghilang. Nampaknya dia juga memiliki trauma buruk dengan banci. Diusut, Jeany emang takut banget sama makhluk bernama banci. Soalnya dia punya pengalaman buruk sama banci yang hampir melukainya. Kejadiannya itu membuat Jeany panas dingin kalau berdekatan dengan banci. Atau mungkin Jeany takut kalah cantik sama banci yang penampilannya super menor kaya artis Kristen Stewart pemeran Bella dalam Twilight itu. Cuma bedanya, sepertinya yang ini abis kesiram air keras. Suram.
Yang lain mulai tenang, masih berjalan dengan baik. Rosikin mulai pindah dudu ke sebelah Dhewi. Banci dihadapannya membuatnya terpanggil untuk mendekatinya. Rosikin ingin belajar banyak, siapa tahu beberapa tahun kedepan bisa ikut menyusul menjadi banci.
Banci yang kita wawancarai ini bernama Wanti, seorang banci yang memiliki perkerjaan sebagai pengamen. Wanti mulai menceritakan pengalamannya, mulai dari pertama kalinya menjadi banci yang membut pro kontra dengan keluarganya, sampai pengalaman saat ia tertangkap krantib. Semua diceritakannya tanpa ditutup-tutupin seolah ia sedang bercerita dengan keluarganya sendiri. Kami merasa berterimakasih, Wanti sudah mau berbagi pengalaman hidupnya kepada kami. Pengalaman hidup yang memberikan banyak pelajaran buat kami.
Kamera dimatikan, wawancara diakhiri.
Proses akhir dari tugas ini pun tiba, yaitu mempresentasikan hasil wawancara kemuka kelas. Kami sudah duduk berderet didepan kelas. Komputer dihidupkan untuk menampilkan slide presentasi.
Kelas hikmad, mahasiswa memperhatikan kami menjelaskan pokok bahasan kami. Dosen juga terdiam, sepertinya kita berhasil menghipnotis ibu dosen untuk tidak banyak bicara. Atau barangkali si Ibu dosen abis ngisep lem aibon, jadi bisa sedikit agak tenang.
Presentasi ditutup dengan tepuk tangan yang meyeruak.
Tugas telah terselesaikan dengan mulus. Meski kita enggak tahu berapa nilai yang kita hasilkan dari perjuangan kita itu. tetapi setidaknya banyak pelajaran yang kita ambil. Banyak hal-hal positif baru yang bisa kita serap. Serta banyak pelajaran yang bisa kita tanam buat diri kita nantinya. Dan yang terpenting adalah pengetahuan kita yang mulai naik level.
Satu hal lagi. Kita udah punya bekal untuk menyusul mereka menjadi banci, jika suatu saat diperlukan.:-)
***
Gue diam. Sementara yang lain pura-pura mencoba mikir. Entah mikirin tugas observasi ini, atau mikirin nomer togelnya pada tembus atau kagak.
“boleh juga.”kata Amdan sambil ngemut-ngemut pulpen. Sepertinya sahabat gue yang satu itu punya kebiasaan baru. Lolipop menurutnya terlalu mainstream buat diemut. Gue pegangin jempol kaki gue, takut-takut jadi korban diemut.
“gimana kalau kita observasi pengemis atau anak jalanan” kata Rosikin memberi masukan. Tiba-tiba muka pengemisnya mucul, seolah ide itu adalah ide paling cemerlang.
“nggak usah bawa-bawa pekerjaan lo kin. Gue setuju sama Dhewi. Observasi banci lebih ngena sama tema kepribadian” gue mulai angkat bicara.
“oke setuju” putus Jono manggut-manggut.
Sementara yang lain udah mulai ngikut-ngikut aja.
“yaudah, langsung aja. Kita mau cari banci dimana ?”kata Dhewi. Sepertinya gadis yang satu ini terlalu bersemangat. Ada kontak batin dengan para banci yang berlebih, sehingga membuatnya bersemangat tiap kali membahas makhluk yang satu itu.
“enggak usah jauh-jauh, Jono ajah kita dandanin”cetus Amdan. Sungguh ide yang sangat brilian. Ide yang benar-benar tidak pernah terpikirkan. Bahkan oleh Albert Enstein sekalipun.
Gue masang jempol tanda setuju. Begitu juga yang lain, udah mulai manggut-manggut kaya anak ayam kelaparan.
“lah, mau ditaro mana muka ganteng gue ini” kata Jono ngelak. Dia enggak setuju jadi korban kebiadaban sahabat-sahabatnya.
“didaerah tambun banyak. Kita bisa cari disana”usul Rosikin peris germo yang lagi nawarin banci sama pelanggannya.
“oke, gue yang cari bancinya. Nanti gue kabarin lagi bagaimana hasilnya. Sekarang pertemuan kelompok kita sepertinya cukup. Pembahasan kita lanjut dipertemuan selanjutnya”putus Dhewi.
Sebagai mahasiswa jurusan manajemen informatika di BSI membuat gue mulai sibuk dengan tugas-tugas yang bejibun. Terutama tugas observasi yang sangat memakan waktu. Kita harus mencari narasumber, proses wawancara sampe harus bikin makalah setebal buku telepon. Untungnya tugas berat ini enggak gue jalanin sendiri. Ada temen-temen gue yang tergabung dalam kelompok yang akan membatu, mengsuport, dan mengacak-acak. Temen-temen itu, Dhewi, Rosikin, Jono, Amdan, Jeany, Dennis dan Rano. Kita semua udah bergabung, siap buat melewati tugas sulit itu.
Pertemuan kedua berlangsung. Kali ini hanya dihadiri gue, Amdan, sama Dennis aja. Yang lain sedang sibuk sama pekerjaanya. Tahap yang kita lakukan adalah memburu banci untuk menjadi responden kita. Awalnya kita datengi banci disalah satu tempat di Jatimulya. Banci itu bernama Yuli. Banci yang katanya pernah menang miss banci tingkat kota. Entahlah, enggak penting banget buat gue.
Yuli akhirnya bisa ditemui setelah kita meminta ijin dengan pegawai salonnya. Yuli keluar menghampiri kita, tercium bau semerbak tujuh rupa wewangian. Wangi yang melebihi artis top kelas dunia. Dunia hantu. Mengetahui kedatangan kami, ia langsung mempersilahkan kami duduk.
“mohon maaf kak Yuli kalau kedatangan kami menganggu” kata gue membuka perbincangan. Sementara Dennis udah mulai tegang. Kayaknya ia punya pengalaman buruk sama banci. Dia juga udah mulai pasang kuda-kuda buat lari, takut ajah muka gantengnya tiba-tiba disosor.
“iya enggak kenapa-kenapa kok”jawab Yuli ramah. “ada yang bisa dibantu ?”
“kami mahasiswa dari BSI, bermaksud ingin menjadikan ka Yuli sebagai responden tugas observasi kami. Kira-kira ka Yuli bisa membantu ?”jelas Amdan.
“observasi mengenai apa ya mas ?”tanya Yuli sambil garuk-garuk kepala. Awas nanti wiknya copot.
“observasi tentang kepribadian kak Yuli” jawab gue.
“maksudnya..”tanya Yuli dengan tampang bloon.
“jadi kita mau wawancara kak Yuli kenapa menjadi waria, sejak kapan jadi waria, begitu..”jelas amdan.
“oh begitu, tapi mohon maaf saya enggak bisa bantu mas. Itu privasi saya, dan saya nggak bisa berbagi”jawab Yuli. Ada sepercik rasa tidak enak menghampirinya. Seperti baru saja menolak tawaran main sinetron di tv serial buat jadi pemeran fitri dalam Cinta Fitri.
“oke, bukan masalah kok kak”putus gue. Sekejap kemudian pergi.
Setelah pertemuan dengan Yuli gagal mendapat hasil, membuat kita putus harapan dalam mencari responden. Keputus asaan itu membuat kita berniat mengganti pokok bahasan untuk makalah kita ini.
“kenapa kita nggak nyuruh jono aja buat minta tolong ka Yuli, dia kan ganteng kali ajah bisa hipnotis ka Yuli dan merubah pikiran”kata Amdan memberi solusi.
“ide bagus..” balas gue setuju. Kalau ajah Amdan agak gantengan dikit, mungkin udah gue cium.
Gue ngebayangin Jono mohon-mohon ke kak Yuli sambil raba-raba tangan Yuli, memohon dengan manja biar mau jadi reponden. Mantep banget.
“iya, kalau perlu bawa bunga biar Yuli tambah seneng lagi. Kalau masih kurang berhasil, biar kita suruh Jono buat nembak dan pacarin si Yuli”tambah Dennis.
Ide super cemerlang, brilian dan paling yahud. Sayangnya, ketika Jono kita beri kabar itu dia malah stres, nolak mentah-mentah biarpun kita sujud-sujud.
“gile loh, mending gue pada lu matiin ajah !”kata Jono setelah mendengar ide dasyat itu. Mati lebih ia pilih daripada menurunkan harga dirinya.
“udah ganti pokok bahasan aja”kata Amdan mulai putus asa. Ia merasa kecewa telah ditolak oleh Yuli dan idenya yang tidak dipenuhi Jono.
“terus mau ganti pokok bahasan apa ?” tanya gue.
Sementara Dennis cengo. Ia masih shock bertemu banci yang mirip Dian sastro itu.
Amdan geleng-geleng. Enggak menemukan jawaban apapun akhirnya gue menghubungi Dhewi, mungkin dia bisa membantu mencari solusi.
“gue udah nemuin banci yang cocok. Kita bisa langsung dateng ketempat kosnya untuk wawancara. Langsung ketemu disana aja. Nanti gue kirimin alamatnya” kata Dhewi. Akhirnya masalah terselesaikan. Kita bertigapun goyang-goyang kegirangan.
Persiapan sudah disusun sedemikian rupa, beberapa pertanyaan sudah siap kita layangkan. Hari wawancarapun tiba. Kita sudah janjian berkumpul disalah satu tempat didaerah cibitung.
Semua anggota kelompok sudah datang dan sudah mempersiapkan diri. Tugas gue disini adalah merekam denga kamera ponsel bersama Rano. Sedangkan tugas pewawancara adalah Dhewi, karena dia yang udah punya chemistry sama si banci. Dhewi emang udah deket banget sama si banci, klop banget deh pokoknya. Ketika kita pertama kali mengujungi kos banci, Dhewi malah udah beberapa kali dateng kesitu. Nggak tahu juga sih, tuh orang ngapain. Mungkin ngajakin ngedate supaya lebih deket. Atau jangan-jagan sudah menjalin hubungan spesial. Nggak tau juga gue. Sedangkan yang lain bertugas untuk membantu mencari topik pertanyaan.
Kami masuk ke sebuah rumah kos dengan ukuran 3 x 3 meter. Kemudian si pemilik kos (baca :banci) mempersilahkan kita duduk. Kamera di hidupkan, proses wawancarapun dimulai.
Dhewi sibuk melayangkan pertanyaan-pertanyaan. Sementara gue masih sibuk merekam adegan mereka mengobrol. Dennis yang duduk disamping gue mulai panik, traumanya dengan banci seolah bangkit kembali.
Jono masih duduk kalem, meski dari tadi si banci ngelirikin dia. sebagai cowok yang paling ganteng dia merasa was-was. Takut aja kalo si banci tiba-tiba jatuh hati sama dia. Untungnya, proses wawancara ini bertepat di kabupaten Bekasi, jadi gue yang gantengnya se kota Bekasi masih merasa aman. Gue amati si Jono emang mulai enggak nyaman. Pantes aja dia duduk dideket pintu, jadi kalo tiba-tiba bancinya kedip mata. Jono bisa langsung lempar tuh pintu kemuka bancinya. Serem.
Jeany baru aja datang, kemudian masuk dan bersalaman dengan si banci. Tanpa buang waktu si Jeany langsung keluar dan menghilang. Nampaknya dia juga memiliki trauma buruk dengan banci. Diusut, Jeany emang takut banget sama makhluk bernama banci. Soalnya dia punya pengalaman buruk sama banci yang hampir melukainya. Kejadiannya itu membuat Jeany panas dingin kalau berdekatan dengan banci. Atau mungkin Jeany takut kalah cantik sama banci yang penampilannya super menor kaya artis Kristen Stewart pemeran Bella dalam Twilight itu. Cuma bedanya, sepertinya yang ini abis kesiram air keras. Suram.
Yang lain mulai tenang, masih berjalan dengan baik. Rosikin mulai pindah dudu ke sebelah Dhewi. Banci dihadapannya membuatnya terpanggil untuk mendekatinya. Rosikin ingin belajar banyak, siapa tahu beberapa tahun kedepan bisa ikut menyusul menjadi banci.
Banci yang kita wawancarai ini bernama Wanti, seorang banci yang memiliki perkerjaan sebagai pengamen. Wanti mulai menceritakan pengalamannya, mulai dari pertama kalinya menjadi banci yang membut pro kontra dengan keluarganya, sampai pengalaman saat ia tertangkap krantib. Semua diceritakannya tanpa ditutup-tutupin seolah ia sedang bercerita dengan keluarganya sendiri. Kami merasa berterimakasih, Wanti sudah mau berbagi pengalaman hidupnya kepada kami. Pengalaman hidup yang memberikan banyak pelajaran buat kami.
Kamera dimatikan, wawancara diakhiri.
Proses akhir dari tugas ini pun tiba, yaitu mempresentasikan hasil wawancara kemuka kelas. Kami sudah duduk berderet didepan kelas. Komputer dihidupkan untuk menampilkan slide presentasi.
Kelas hikmad, mahasiswa memperhatikan kami menjelaskan pokok bahasan kami. Dosen juga terdiam, sepertinya kita berhasil menghipnotis ibu dosen untuk tidak banyak bicara. Atau barangkali si Ibu dosen abis ngisep lem aibon, jadi bisa sedikit agak tenang.
Presentasi ditutup dengan tepuk tangan yang meyeruak.
Tugas telah terselesaikan dengan mulus. Meski kita enggak tahu berapa nilai yang kita hasilkan dari perjuangan kita itu. tetapi setidaknya banyak pelajaran yang kita ambil. Banyak hal-hal positif baru yang bisa kita serap. Serta banyak pelajaran yang bisa kita tanam buat diri kita nantinya. Dan yang terpenting adalah pengetahuan kita yang mulai naik level.
Satu hal lagi. Kita udah punya bekal untuk menyusul mereka menjadi banci, jika suatu saat diperlukan.:-)
***